INICARAMUSLIM - Apa sesungguhnya hubungan Qadha dan Qadar dengan Ikhtiar? Telah dijelaskan bahwa iman kepada qadha dan qadar artinya percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT sejak zaman azali telah memastikan ketentuan-ketentuan tentang segala sesuatu tentang makhluk-Nya. Dengan kata lain, segala sesuatu yang diterima atau menimpa makhluk-Nya, disenangi atau tidak, baik atau buru, sesuai atau tidak sesuai dengan keinginannya, semuanya sudah ditentukan sebelumnya, baik bentuk maupun kadarnya. Dalam salah satu hadits, Nabi bersabda :
“Sesungguhnya seseorang itu diciptakan dalam perut ibunya, selama 40 hari dalam bentuk nuthfah, 40 hari menjadi segumpal darah, 40 hari menjadi segumpal daging, kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh ke dalamnya dan menuliskan empat ketentuan, yaitu tentang rizkinya, ajalnya, amal perbuatannya, dan (jalan hidupnya) sengsara atau bahagia.” (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Abdullah ibnu Mas’ud).
Dalam hadits di atas tergambar bahwa sejak sebelum kelahirannya, setiap manusia telah ditentukan nasib yang akan diterimanya, sesuai dengan iradah Allah.
Meskipun setiap orang telah dipastikan nasibnya, tidak berarti bahwa manusia itu bebas dari kewajiban berusaha, sebab keberhasilan itu tidak datang dengan sendirinya, melainkan harus diusahakan. Pada zaman Nabi pernah terjadi, seorang Arab Badui bermaksud hendak menhadap Nabi. Ia datang dengan menunggang kuda.
“Sesungguhnya seseorang itu diciptakan dalam perut ibunya, selama 40 hari dalam bentuk nuthfah, 40 hari menjadi segumpal darah, 40 hari menjadi segumpal daging, kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh ke dalamnya dan menuliskan empat ketentuan, yaitu tentang rizkinya, ajalnya, amal perbuatannya, dan (jalan hidupnya) sengsara atau bahagia.” (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Abdullah ibnu Mas’ud).
Dalam hadits di atas tergambar bahwa sejak sebelum kelahirannya, setiap manusia telah ditentukan nasib yang akan diterimanya, sesuai dengan iradah Allah.
Meskipun setiap orang telah dipastikan nasibnya, tidak berarti bahwa manusia itu bebas dari kewajiban berusaha, sebab keberhasilan itu tidak datang dengan sendirinya, melainkan harus diusahakan. Pada zaman Nabi pernah terjadi, seorang Arab Badui bermaksud hendak menhadap Nabi. Ia datang dengan menunggang kuda.
Setelah sampai, ia turun dari kudanya dan langsung menghadap Nabi, tanpa mengikat kudanya terlebih dahulu. Nabi menegur laki-laki tersebut : “Kenapa kuda itu tidak engkau ikat ?”. Orang Arab Badui itu menjawab : “Biarlah, saya bertawakkal kepada Allah.” Nabi bersabda : “Ikatlah kuda itu, baru kamu bertawakkal kepada Allah”.
Peristiwa di atas menunjukkan bahwa meskipun segala sesuatu telah ditentukan, manusia tidak lepas dari kewajibab berusaha. Manusia tidak boleh hanya menggantungkan diri semata-mata kepada ketentuan Allah tanpa melakukan usaha sebelumnya. Bertawakkal kepada Allag tanpa didahului usaha atau ikhtiar. Jelaslah bahwa walaupun semua ketentuan telah ditetapkan oleh Allah, manusia tetap wajib berikhtiar untuk memperoleh sesuatu. Setelah berikhtiar baru menyerahkan keputusan atau hasilnya kepada Allah sesuai dengan qadha dan qadar yang telah di tetapkan-Nya.
Dalam surat Ar Ra’du ayat 11, Allah berfirman :
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (Ar Ra’du 11).
Ayat di atas mengisyaratkan bahwa Allah memerintahkan ke pada umat manusia agara berjuang dan berusaha untuk mengejar keberhasilan dan keberuntungan, baik di dunia maupun di akherat. Karena amal manusia itu baik atau buruk akan kembali kepada dirinya sendiri. Namun demikian Allah juga menegaskan bahwa jika Allah menghendaki keburukan terhadap seseorang, tidak ada satu pun yang dapat menolak dan tidak ada satu pun yang dpat manjadi pelindung kecuali Allah sendiri.
Peristiwa di atas menunjukkan bahwa meskipun segala sesuatu telah ditentukan, manusia tidak lepas dari kewajibab berusaha. Manusia tidak boleh hanya menggantungkan diri semata-mata kepada ketentuan Allah tanpa melakukan usaha sebelumnya. Bertawakkal kepada Allag tanpa didahului usaha atau ikhtiar. Jelaslah bahwa walaupun semua ketentuan telah ditetapkan oleh Allah, manusia tetap wajib berikhtiar untuk memperoleh sesuatu. Setelah berikhtiar baru menyerahkan keputusan atau hasilnya kepada Allah sesuai dengan qadha dan qadar yang telah di tetapkan-Nya.
Dalam surat Ar Ra’du ayat 11, Allah berfirman :
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (Ar Ra’du 11).
Ayat di atas mengisyaratkan bahwa Allah memerintahkan ke pada umat manusia agara berjuang dan berusaha untuk mengejar keberhasilan dan keberuntungan, baik di dunia maupun di akherat. Karena amal manusia itu baik atau buruk akan kembali kepada dirinya sendiri. Namun demikian Allah juga menegaskan bahwa jika Allah menghendaki keburukan terhadap seseorang, tidak ada satu pun yang dapat menolak dan tidak ada satu pun yang dpat manjadi pelindung kecuali Allah sendiri.
Penegasan Allah ini mengandung pengertian bahwa setelah manusia itu berusaha, hasil atau keputusan akhir dari usahanya itu sepenuhnya tergantung pada ketentuan Allah. Tidak ada seorang pun yang dapat mengubah qadha dan qadar-Nya.
Lalu apa Hikmah Beriman kepada Qadha dan Qadar?
Beriman kepada qadha dan qadar Allah mengandung hikmah yang besar karena keyakinan adanya ketentuan Allah yang pasti itu dapat membawa kepada sikap dn kehidupan yang lebih baik. Diantara hikmah beriman kepada qadha dan qadar adalah :
1. Mandidik rendah hati dan menjauhkan sifat sombong. Orang yang tidak beriman terhadap adanya qadha dan qadar Allah, jika memperoleh keberhasilan dlam usahanya, dia akan bersikap sombong karena menganggap bahwa keberhasilan itu semata-mata ia peroleh dari usahanya sendiri. Ia tidak menyadari bahwa keberhasilan itu pada hakekatnya adalah nikmat Allah yang sudah menjadi ketentuan-Nya.
1. Mandidik rendah hati dan menjauhkan sifat sombong. Orang yang tidak beriman terhadap adanya qadha dan qadar Allah, jika memperoleh keberhasilan dlam usahanya, dia akan bersikap sombong karena menganggap bahwa keberhasilan itu semata-mata ia peroleh dari usahanya sendiri. Ia tidak menyadari bahwa keberhasilan itu pada hakekatnya adalah nikmat Allah yang sudah menjadi ketentuan-Nya.
Sebaliknya, orang yang beriman terhadap qadha dan qadar jika memperoleh keberhasilan dalam usahanya, baik dalam perdagangan, dalam belajar, ataupun dalam bidang-bidang lain, dia tidak akan menjadi sombong, bahkan akan menambah sikap rendah hati atas sukses yang ia peroleh, karena ia tahu dan yakin bahwa keberhasilan itu ia peroleh bukan semata-mata karena usahanya sendiri, melainkan karena rahmat Allah yang telah menjadi ketentuan-Nya.
Firman Allah :
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan; maka hanya kehendak-Nya-lah kamu meminta pertolongan.” (An Nahl 53).
2. Melatih bersikap sabar dan tidak berputus asa. Orang yang tidak beriman selalu berkeluh kesah jika dalam hidupnya menemui kegagalan, karena ia tidak menyadari bahwa kegagalan tersebut sebenarnya merupakan ketentuan dari Allah. Sebaliknya, orang yang beriman kepada qadha dan qadar, jika sabar menghadapi kegagalan itu, karena ia yakin bahwa apa pun yang ia terima dari usahanya adalah hasil yang merupakan ketentuan Allah.
Firman Allah :
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan; maka hanya kehendak-Nya-lah kamu meminta pertolongan.” (An Nahl 53).
2. Melatih bersikap sabar dan tidak berputus asa. Orang yang tidak beriman selalu berkeluh kesah jika dalam hidupnya menemui kegagalan, karena ia tidak menyadari bahwa kegagalan tersebut sebenarnya merupakan ketentuan dari Allah. Sebaliknya, orang yang beriman kepada qadha dan qadar, jika sabar menghadapi kegagalan itu, karena ia yakin bahwa apa pun yang ia terima dari usahanya adalah hasil yang merupakan ketentuan Allah.
Ia yakin bahwa hasil itu, baik berupa keberhasilan maupun kegagalan, semuanya mengandung hikmah tersembunyi yang hanya diketahui oleh Allah. Orang yang beriman kepada qadha dan qadar tidak mengenal putus asa dari rahmat Allah. Jika dalam suatu usaha ia gagal, ia akan mencoba dan mencoba lagi sampai Allah memperkenankan.
Firman Allah :
“Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (Yusuf 87).
3. Menentramkan jiwa. Telah diuraikan di atas bahwa orang yang beriman kepada qadha dan qadar tidak akan sombong jika memperoleh keberhasilan dan tidak akan berputus asa jika menemui kegagalan. Jika sikap demikian itu telah menyatu dalam jiwanya, maka ia akan memperoleh ketentraman jiwa dalam hidupnya, sebab ia selalu merasa puas dengan apa yang diterimanya.
Firman Allah :
“Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (Yusuf 87).
3. Menentramkan jiwa. Telah diuraikan di atas bahwa orang yang beriman kepada qadha dan qadar tidak akan sombong jika memperoleh keberhasilan dan tidak akan berputus asa jika menemui kegagalan. Jika sikap demikian itu telah menyatu dalam jiwanya, maka ia akan memperoleh ketentraman jiwa dalam hidupnya, sebab ia selalu merasa puas dengan apa yang diterimanya.
Jika berhasil, ia bersyukur kepada Allah dan jika belum berhasil ia tetap sabar dan berusaha lagi sampai berhasil. Orang yang beriman kepada qadha dan qadar akan giat berusaha guna memperoleh anugerah Allah untuk kebahagiaan dunia dan akhirat. Meskipun giat bekerja tidak berarti ia bekerja sampai melewati batas, tetapi tetap memperhitungkan kemampuan dan kesempatan yang ada. Ia bekerja dengan cermat, teliti, dan hati-hati. Dengan demikian, jiwanya menjadi tenang tidak merasa dikejar-kejar oleh keharusan berhasil atau ketakutan akan gagal dalam usahanya.
0 Response to "Hubungan Qadha dan Qadhar dengan Ikhtiar serta Hikmahnya"
Post a Comment