Kisah Keteladanan Wali Songo (9 Wali)

INICARAMUSLIM - Seperti diketahui, Wali Songo adalah sembilan orang tokoh yang berperanan besar dalam penyebaran agama Islam di Indonesia, terutama di Pulau Jawa. Mereka adalah muballigh yang telah membaktikan seluruh hidupnya untuk kepentingan pengembangan agama Islam. Nama mereka tercatat dalam sejarah bangsa Indonesia, khususnya yang beragama Islam, karena jasa-jasanya yang luar biasa dalam membersihkan kepercayaan syirik, yang dianut oleh sebagian besar rakyat pada saat itu, menjadi keyakinan tabat manusia, seperti mabuk-mabukan, judi, dan hidup berfoya-foya, lalu menggantinya dengan akhlakul karimah yang berlandaskan keimanan, kasih sayang, dan ketinggian martabat manusia; menlenyapkan penggolongan masyarakat atas dasar kasta-kasta kemudian menggantinya dengan persaudaraan, persamaan dan saling hormat-menghormati.

Di samping jasa-jasa mereka seperti digambarkan di atas, masing-masing wali itu mempunyai segi-segi yang menonjol yang dapat menjadi teladan bagi kita.

1. Maulana Malik Ibrahim

Maulana Malik Ibrahim datang ke Pulau Jawa pada tahun 1399 dan wafat pada tahun 1419. Selama 20 tahun beliau menetap di Pulau Jawa. Tidak sesaat pun beliau meninggalkan tugas mulia, berdakwah kepada rakyat yang masih kuat berpegang kepada kepercayaan dan tradisi lama. Sasaran dakwahnya itu tidak hanya lapisan rakyat biasa, tetapi meliputi juga kaum bangsawan dan para pembesar pemerintahan yang saat itu berada di tangan Kerajaan Majapahit.

Maulana Malik Ibrahim dikenal sebagai muballigh pertama yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Dalam usaha dakwahnya itu beliau menggunakan sistem pondok pesantren. Bahkan beliaulah yang dipandang sebagai peletak batu pertama penggunaan sistem pondok pesantren dalam pengajaran dan pendidikan agama Islam di Pulau Jawa. Sistem pondok pesantren ini sampai sekarang masih tetap dipergunakan dengan berbagai macam bentuk perkembangannya.

Maulana Malik Ibrahim juga terkenal karena keberhasilannya mendidik dan mempersiapkan para santrinya menjadi kader penerus perjuangannya, sebagai muballigh dan da’i yang tangguh.

Segi lain dari keistimewaan Maulana Malik Ibrahim yang patut dicatat adalah keberhasilannya dalam mengambil hati rakyat dan para penguasa, walaupun berlainan kepercayaan. Beliau menyampaikan dakwahnya dengan oenuh kebijaksaan, sehingga tidak terjadi gejolak masyarakat, walaupun yang disampaikan berlainan dengan kepercayaan dan adat-istiadat yang sudah menjadi darah daging penduduk.

Kepandaiannya mengambil hati para pejabat kerajaan menjadikan dakwahnya berjalan dnegan lancar. Beliau dapat leluasa menyampaikan seruan tanpa mengalami halangan atau hambatan dari para penguasa. Walaupun para pembesar kerajaan itu tidka banyak tertarik masuk Islam, tetapi mereka tidak menghalangi dakwah yang dilakukan oleh Maulana Malik Ibrahim.

2. Raden Rahmat (Sunan Ampel)

Raden Rahmat mulai menetap di Pulau Jawa pada tahun 1431, dua belas tahun setelah Maulana Ibrahim wafat. Beliau datang dengan tujuan melanjutkan usaha penyebaran dan dakwah Islam yang dirintis oleh Maulana Malik Ibrahim. Berkat bakat kepemimpinan yang dimilikinya, Raden Rahmat dalam waktu yang singkat tekah mempunyai pengaruh yang luas di kalangan penduduk sehingga dnegan mudah beliau dapat melaksanakan dakwahnya.

Sebagimana Maulana Malik Ibrahim, Raden Rahmat juga memiliki keistimewaan, dalam menjalankan dakwahnya beliau melakukannya dengan bijaksana. Beliau mengajak dan mendidik masyarakat untuk meninggalkan kepercayaan dan tardisi lama menuju keimanan dan akhlak yang dilandasi tauhid dengan cara-cara yang bijaksana.

Selain itu, Raden Rahmat juga pandai menarik simpati penguasa yang masih teguh memegang kepercayaan lama. Bahkan akhirnya beliau dijadikan menantu oleh seorang adipati (raja muda) kerajaan Majapahit, yaitu adipati Ario Tejo yang penguasa wilayah Tuban dan sekitarnya. Raden Rahmat dikawinkan dengan Nyi Ageng Manila, putri adipati Ario Tejo. Hubungannya yang dekat dengan para pembesar Kerajan itu tidak membuat Raden Rahmat lupa akan tugas sucinya, tetapi justru dipergunakan sebaik-baiknya untuk kepentingan dakwahnya.

Sejak perkawinannya, Raden Rahmat tinggal di Ampel Denta, suatu daerah di Surabaya. Di tempat itulah beliau meneruskan perjuangan Maulana Malik Ibrahim, memimpin pesantren dan berdakwah.

Jasa besar lain yang diberikan Raden Rahmat bagi perkembangan agama Islam adalah bantuannya mempersiapkan dan mendirikan kerajaan Islam Demak. Seperti diketahui, Kerajaan Demak didirikan oleh Raden Fatah, putra raja terakhir Kerajaan Majapahit, Prabu Kertabumi Brawijaya V. Raden Fatah adalah salah seorang dari beberapa bangsawan Majapahit yang menerima dakwah Raden Rahmat dan menjadi salah seorang muridnya yang setia. Selama berguru pada Raden Rahmat inilah Raden Fatah memperoleh pendidikan agama, sehingga setelah tiba waktunya, ia berhasil meneruskan memimpin kendali kedaulatan Kerajaan Majapahit, tetapi dengan corak yang berbeda sama sekali. Raden Fatah mendirikan Kerajaan Demak sebagai penerus kedaulatan Majapahit dengan landasan ajaran Islam.

3. Maulana Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang)

Maulana Makhdum Ibrahim adalah salah seorang dari lima putra Raden Rahmat. Sebagaimana ayahandanya. Maulaha Makhdum Ibrahim juga memiliki keistimewaan memimpin dan bergaul dengan masyarakat. Bakat ini sangat menunjang dalam menjalankan tugasnya meneruskan dakwah yang telah dilakukan oleh ayahnya.

Maulana Makhdum Ibrahim yang memiliki ilmu ulama dan kebijakan sebagai seorang pemimpin, sangat peka terhadap gerak kehidupan masyarakat, terutama dalam bidang seni dan budaya. Oleh sebab itu beliau lebih banyak menggunakan saluran seni dan budaya sebagai media dakwahnya. Melalui berbagai macam unsur kesenian, beliau tanamkan roh Islamiyah, baik yang berkenaan dengan aqidah hukum, maupun etika.

Maulana Makhdum Ibrahim yang akhirnya dikenal dengan Sunan Bonang itu banyak menggubah sair lagu-lagu gending dengan tema ajaran tauhid, ibadah, akhlak, kisah-kisah Nabi. Beliau juga banyak mengarang dongeng-dongeng rakyat yang berisi pendidikan budi pekerti. Dengan cara demikian, berangsur-angsur terkikis bermacam jenis kepercayaan dan adat-istiadat lama yang menyesatkan dan tumbuh bersemi aqidah dan ajaran Islam yang menjanjikan kebahagiaan dunia dan akhirat.

4. Raden Qasim (Sunan Drajat)

Raden Qasim adalah adik Maulana Makhdum Ibrahim, putra Raden Rahmat. Raden Qasim juga mewarisi bakat kepemimpinan dan kepekaan terhadap kehidupan masyarakat di sekitarnya. Namun agak berbeda dengan Maulana Makhdum Ibrahim yang lebih cenderung kepada kehidupan seni dan budaya, Raden Qasim lebih tertarik kepada kehidupan sosial ekonomi. Oleh sebab itu beliau menitik-beratkan dakwahnya dalam bidang tersebut.

Raden Qasim terpanggil untuk mencurahkan perhtiannya pada bidnag sosial dan kesejahteraan umum karena saat itu beliau melihat kesengsaraan dan penderitaan yang menimpa masyarakat golongan rendah akibat merosotnya perekonomian negara yang disebabkan oleh kekacauan politik.

Keadaan sosial ekonomi masyarakat seperti itu telah mendrong Raden Qasim untuk mencurahkan sebagian besar perhatiannya terhadap usaha perataan kesejahteraan sosial. Kegiatannya lebih banyak ditujukan untuk menolong orang-orang fakir miskin, yatim piatu, serta janda yang saat itu banyak dijumpai sebagai akibat dari perang saudara yang berkepanjangan.

Kegiatan tersebut beliau mulai dengan mengetuk hati orang yang mampu untuk mengeluarkan zakat dan setelah lainnya kemudian beliau himpun dan pergunakan untuk menolong Kaum Dhu’afa yang hidup serba kekurangan.

Kegiatan dakwahnya, Raden Qasim selalu menekankan ajaran Islam tentang hidup sederhana. Kepada murid-muridnya beliau selalu mengingatkan agar tidak berlebih-lebihan dalam kehidupan. Kepada para pembesar, beliau menasehati agar memperhatikan kesejahteraan masyarakat, suka berkurban, dan menolong orang yang membutuhkan.

5. Raden Ainul Yaqin (Sunan Giri)

Raden Ainul Yaqin adalah putra Maulana Ishak, adik Maulana Ibrahim. Maulana Ishak juga seorang muballigh di Jawa Timur.

Raden Ainul Yaqin adalah muballigh yang menitikberatkan dakwahnya melalui usaha pendidikan. Beliau mendirikan pusat pendidikan di Giri, sehingga akhirnya beliau dikenal dengan Sunan Giri.

Selain sebagai guru dan ulama, Raden Ainul Yaqin juga dikenal sebagai pemimpin masyarakat. Dari pusat pendidikannya di Giri itu, beliau memimpin pelaksanaan pendidikan agama dan sekaligus memimpin masyarakat. Karena peranannya ini, Giri dianggap sebagai Kerajaan dan Raden Ainul Yaqin mendapat gelar Sultan, dengan sebutan Sultan Abdul Faqih. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Giri adalah kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa dengan Sunan Giri sebagai pendiri dan raja pertama.

Segi lain yang menonjol dalam kegiatan dakwah Raden Ainul Yaqin adalah bahwa beliau tidak hanya berdakwah di lingkungan masyarakat di sekitar Giri dan Jawa Timur pada umumnya, tetapi juga menyebar ke daerah-daerah lain di luar Pulau Jawa, seperti Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku. Dari pusatnya di Giri, beliau mengirim santri-santrinya untuk berdakwah ke daerah-daerah tersbeut dan dari daerah-daerah itu bertandatangan para santri ke Giri untuk memperdalam pengetahuan agamanya kepada Sunan Giri.

Raden Ainul Yaqin dikenal sebagai pemimpin agama dan pemimpin masyarakat yang gigih dan berjuang, tabah menghadapi rintangan dan hambatan. Jika beliau mempunyai suatu rencana, beliau akan memperjuangkannya terus sampai yang dicita-citakan itu menjadi kenyataan.

6. Raden Muhammad Syahid (Sunan Kalijaga)

Raden Muhammad Syahid (R.M.Syahid) adalah putra Adipati Ario Tejo, adipati Kerajaan Majapahit untuk wilayah Tuban dan sekitarnya. Dengan demikian, beliau adalah ipar Raden Rahmat (Sunan Ampel). Hubungannya dengan Raden Rahmat itu tidak hanya sekedar pertalian kekerabatan, karena R.M.Syahid adalah salah seorang murid setia Raden Rahmat.

Setelah dewasa, R.M.Syahid menetap di Demak dan menjadi muballigh besar di lingkungan Kerajaan Islam Demak. Selain itu, beliau juga dikenal sebagai negarawan dan ahli strategi perang. Keistimewaan yang dimilikinya itu dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan dakwah, terutama terhadap para pembesar kerajaan dan para cendikiawan.

Terhadap rakyat biasa, R.M.Syahid menggunakan saluran seni dan budaya sebaga media dakwahnya, seperti yang dilakukan oleh Sunan Bonang. R.M.Syahid memasukkan dakwahnya ke dalam berbagai unsur seni dan budaya yang berkembang di kalangan penduduk, seperti seni suara, seni musik, seni ukir, seni pahat, sastra (drama), dan sebagainya. Di antara unsur seni yang paling banyak dimanfaatkan oleh beliau sebagia media dakwahnya adalah seni wayang kulit, karena jenis kesenian ini sangat populer di kalangan penduduk.

Di sampin itu, R.M.Syahid juga dikenal sebagai ulama yang sangat menganjurkan agar setiap orang rajin bekerja pada bidang kehidupan masing-masing. Beliau sangat benci terhadap sifat malas. Beliau selalu menenkankan, apa pun pekerjaan seseorang, hendaklah ia melaksanakan tugas-tugasnya itu dengan tekun, rajin, dan bertanggung jawab.

Sebagai ulama dan pembesar Kerajaan, R.M.Syahid dikenal sebagai tokoh yang dekat dengan rakyat. Beliau sering melakukan perjalanan ke desa-desa, mengunjungi kediaman rakyat kecil guna menyilidiki keinginan dan kesenangan mereka. Dengan demikian, beliau dapat memilih dan menentukan cara yang tepat untuk melaksanakan dakwahnya.

7. Syaikh Ja’far Shadiq (Sunan Kudus)

Syaikh Ja’far Shadiq yang bernama asli Raden Amir Haji adalah putera Sunan Ngundung, penghulu dan panglima perang kerajaan Demak. Pada masa mudanya, R. Amir Haji juga menjabat sebagai panglima perang kerajaan Demak, menggantikan ayahandanya.

Sebagai putera penghulu kerajaan, Raden Amir Haji semenjak kecil sudah terdidik dalam lingkaran yang patuh menjalankan agama dan aktif mempelajari ajaran-ajaran agana. Itulah sebabnya, ketika berhenti dari jabatan panglima perang, beliau langsung bergerak dalam dunia dakwah.

Raden Amir Haji dikenal sangat luas pengetahuannya dalam ilmu-ilmu agama, terutama dalam ilmu hukum Islam (syari’at) dan peradilan. Beliau adalah ulama dan muballigh yang dalam dakwahnya lebih menitik-beratkan pada pelaksanaan hukum Islam di kalangan penduduk.

Selain itu beliau juga dikenal sebagai ulama yang menekankan pentingnya meletakkan fungsi sosial dalam harta kekayaan seseorang. Beliau selalu menekankan bahwa kesejahteraan sosial dapat terwujud jika para pemilik harta mau menyadari bahwa dalam hartanya itu terdapat milik orang lain. Beliau tidak menentang orang-orang kaya, tetapi justru mendekatinya dan membimbing mereka agar menginsyafi tanggung jawab sosialnya. Raden Amir Haji sendiri adalah seorang pengusaha kaya, sehingga mudah beginya memberi contoh, bagaimana seharusnya membelanjakan harta kekayaan yang dimiliki itu untuk kepentingan agama dan masyarakat. Masjid Menoro Kudus yang masih berdiri megah sampai sekarang adalah bukti nyata dari sikap dan tindakannya terhadap harta miliknya.

8. Raden Umar Said (Sunan Muria)

Nama asli Sunan Muria adalah Raden Prawoto. Beliau adalah putera Raden Muhammad Syahid (Sunan Kalijaga). Bersama dengan ayahandanya yang terkenal dalam dunia politik, militer, dan dakwah, Raden Umar Said dikenal sebagai ulama yang menitik-beratkan dakwahnya dalam bidang tasawuf (sufi). Beliau dikenal sangat zuhud terhadap harta benda dan kehidupan dunia lainnya.

Raden Umar Said mengajar murid-muridnya yang ingin mendalami ilmu tasawuf. Sebagian besar murid-muridnya berasal dari lingkungan rakyat kecil dari desa atau mereka yang sengaja ingin memperdalam ilmu tasawuf. Beliau sendiri memilih tempat kediaman yang terletak jauh dari keramaian kota.

Raden Umar Said adalah ulama yang seluruh hiduonya diisi dengan ibadah, bermunajat kepada Allah dan mengajar santri-santrinya. Kehidupan Raden Umar Said mencerminkan pribadi yang cintanya kepada Allah mengalahkan cintanya kepada yang lain.

9. Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati)

Syarif Hidayatullah yang memiliki beberapa nama seperti Syaikh Nurullah, Raden Abdul Qadir, Fatahillah, adalah ulama yang namanya tercatat dalam sejarah penyebaran agama di Jawa Barat khusunya bagian pantai utara, yaitu daerah Banten, Jakarta, dan Cirebon.

Syarif Hidayatullah selain dikenal sebagai ulama, juga tercatat sebagai seorang negarawan dan panglima perang. Pada masa mudanya, beliau adalah panglima perang Kerajaan Islam Demak. Di antara tugas-tugas beliau dalam fungsinya sebagai panglima perang, yang paling penting adalah tugas mempertahankan wilayah Jawa Barat dari penjajah portugis. Dalam Rangka pelaksanaan tugas inilah namanya menjadi sangat terkenal, karena keberhasilannya mendirikan Kerajaan/Kesultanan Banten dan Cirebon, sebagai kerajaan Islam, di bawah Kerajaan Islam Demak. Jasa besar lain yang diberikan Syarif Hidayatullah adalah keberhasilannya mengusir Portugis dalam tahun 1527 dari Batavia, kemudian mengubah nama kota itu menjadi Jayakarta dan sekarang barnama Jakarta. Tahun 1527 itu telah ditetapkan sebagai tahun berdirinya kota Jakarta.

Walaupun karir militer dan kenegaraan Syarif Hidayatullah terlihat lebih menonjol dibanding peranannya sebagai ulama, tidaklah berarti bahwa beliau hanya mementingkan kedua bidang tugas tersebut. Bahkan pada hakekatnya, keberhasilan dalam karir militer dan kenegaraan itu beliau manfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan dakwah Islam. Beliau tidak saja memimpin peperangan dan pemerintahan, tetapi juga memimpin dakwah dan pengembangan agama.

Setelah usia beliau semakin tua, beliau mengurangi kegiatan dalam bidang militer maupun kenegaraan dan lebih menitik-bertkan usahanya dalam bidang dakwah/keagaman. Tugas-tugas pemerintahan beliau serahkan kepada putera-puteranya dan beliau sendiri membuka pusat pendidikan agama di Cirebon, mendidik santri-santrinya dalam rangka mepersiapkan kader-kader ulama untuk mengembangkan agama Islam di masa-masa sesudahnya.

Demikianlah, Syarif  Hidayatullah telah memberikan teladan bagaimana memadukan tugas-tugas keagamaan dengan tugas-tugas kenegaraan dan kemiliteran, tanpa mengorbankan salah satu dari tugas-tugas tersebut.

Itulah Kisah Keteladanan Wali Songo (9 Wali) yang patut kita renungkan. Semoga bermanfaat!

0 Response to "Kisah Keteladanan Wali Songo (9 Wali)"

Post a Comment